Era Revolusi Industri 4.0 Guru Tak Tergantikan
Oleh: Dr. H.Andi Sukri Syamsuri, S.Pd.,M.Hum.,
(Pemerhati Pendidikan Tinggal di Makassar)
MASYARAKAT kini dihebohkan pemberitaan kesiapan dan kesigapan masyarakat menghadapi era disrupsi.
Era ini, terindikasi dengan maraknya ekspansi dunia digital dan internet ke semua lini kehidupan
Fenomena disruption (disrupsi) adalah situasi pergerakan dunia industri atau kompetensi kerja tidak lagi linear.
Perubahan sangat luar biasa pada era ini, menuntut untuk cepat dan tepat mengikuti arah perubahan.
Terjadinya digitalisasi sistem pendidikan terutama kegiatan belajar-mengajar akan berubah total.
Ruangan belajar mengalami evolusi dengan pembelajaran digital serta nuansa dan warna pembelajaran yang menyeluruh, variatif, lebih kreatif, dan inovatif.
Disrupsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan hal tercabut dari akarnya. Jika dimaknai dalam konteks dan fenomena kehidupan sehari-hari, maka disrupsi adalah sedang terjadi perubahan yang fundamental atau mendasar.
Hal ini dapat dilihat perubahan mendasar itu berupa perubahan bidang teknologi yang menelusuri rongga dan dimensi kehidupan manusia.
Akibat revolusi teknologi yang mengubah hampir semua dimensi kehidupan termasuk tatanan dunia pendidikan.
Tokoh memperkenalkan disrupsi adalah Rheinald Kasali dengan 3 hal mendasar dalam menghadapi era disrupsi.
Tiga hal mendasar dimaksudkan adalah, pertama jangan nyaman menjadi pemenang. Kedua, Jangan takut menganibalisasi produk sendiri, dalam hal ini, memperbaharui produk sendiri untuk baru.
Ketiga, membentuk ulang atau menciptakan baru atau berinovasi. Mencermati fenomena disruptif dan era industri 4’0 ditandai kemunculan supercomputer, robot pintar,kendaraan tanpa pengemudi, dan neuroteknologi.
Sebagaimana diperkenalkan Klaus Schwab dalam bukunya The fourt industrial revolution ( Hasyim, Juni 2016 diakses Mei 2018).
Maka tidak serta merta kita mampu beriringan dengan sempurna era ini. Hal menuntut menyikapi keadaan ini dengan cara harus “berubah”.
Sekalipun perubahan itu tidak berarti sudah pasti perbaikan akan tetapi tanpa perubahan tidak akan pernah ada perbaikan.
Selain itu, kemampuan literasi baru sangat dituntut di era ini, literasi tidak hanya membaca, menulis, dan berhitung. Literasi baru yang dimaksudkan yakni;
Pertam, literasi data: kemampuan untuk membaca, analisis, dan menggunakan informasi (big data) dunia digital. Kedua Literasi teknologi: kemampuan memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi. Ketiga literasi manusia: humanities, komunikasi, dan desain. ( Aoun, MIT, 2017)
Konsekuensi era disrupsi dan era industri 4’0 berdampak pada beberapa profesi tergantikan atau hilang tetapi peranan guru belum sepenuhnya bisa tergantikan.
Guru di era ini belum sepenuhnya akan tergantikan peran dan fungsinya. Ada beberapa peran dan fungsi guru yang tidak bisa digantikan, antara lain menjadi panutan dan suri teladan dalam membentuk karakter anak.
Demikian pula peran dalam kegiatan humaniora (kemanusiaan), serta peran dan fungsinya dalam menggerakkan jiwa anak didik atas kebenaran dan kebaikan untuk meraih masa depan anak.
Suri Teladan
Guru mengembangkan tugas sebagai panutan atau teladan dari anak didik. Guru memberi contoh dan keteladanan pada anak didik sehingga akan terbangun dalam diri anak kepercayaan dan karakter baik dari keteladanan dicontohkan guru.
Keteladanan bisa berupa disiplin waktu, kerja tuntas, bertutur kata yang sopan, dan lain lain. Dalam dimensi karakter diperkenalkan istilah karakter moral dan karakter kinerja. Karakter moral berupa kejujuran, kesopanan, kesetiakawanan, dan lain lain.
Sedangkan karakter kinerja dapat berupa bekerja tuntas, ketekunan, kerja keras, keuletan,dan lain lain.
Oleh karena itu, sangat diharapkan kedua dimensi karakter (karakter moral dan karakter kinerja) berfungsi secara simultan misal bekerja keras dengan jujur, tidak diharapkan bekerja keras tetapi tidak jujur atau jujur tetapi malas.
Guru adalah tokoh berpengaruh dalam membimbing dan mengantarkan anak didik mencapai kedewasaan. Performansi guru berpengaruh pada sikap dan pribadi anak didik.
Satu kali perbuatan baik dicontohkan lebih baik dari seribu kata yang diucapkan. Beberapa penelitian mengenai keteladanan dan pembiasaan guru menunjukkan berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar anak.
Ini artinya keteladanan dan pembiasaan guru selain mempengaruhi sikap dan karakter anak juga berpengaruh signifikan terhadap prestasi hasil belajar anak didik.
Guru tidak akan tergantikan untuk mengembangkan tugas profetiknya dengan menjadi panutan dan suri teladan, menjalankan misi kemanusiaan, dan eksistensinya.
Menggerakkan jiwa anak didik untuk jujur melakukan kebaikan dan kebenaran guna mencapai masa depan anak.
Guru adalah sebuah profesi yang mulia, hanya orang orang mulialah yang bisa memuliakan kemuliaan ini.***
Komentar