Selamat Hari Puisi Nasional (28 April): Izinkan aku bertanya padamu
Dalam kehidupan ini pastinya setiap orang punya cara tersendiri dalam menempatkan posisi guna mendapatkan penghargaan dari orang orang yang ada disekelilingnya.
Karena memang sejatinya hidup ini ialah untuk mendapatkan kedudukan yang biasa disebut sebagai cita cita dan kesuksesan. Ada orang yang begitu dihormati karena kebijakan dirinya sebagai seorang pemimpin, ada orang yang begitu ditakuti karena keahliannya dalam bergulat, dan ada orang yang tak pernah mati karena tulisan tulisannya yang masih saja terus dibaca dan dikenang.
Itulah mengapa Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa “Jikalau kau bukan anak Raja dan anak Ulama maka menulislah”.
Menulis, Aktivitas itulah yang kadang membuat seseorang menumpahkan berbagai perasaannya jauh lebih dalam. Karena jujur saja, menumpahkan perasaan diatas secarik kertas akan jauh lebih bermakna ketimbang harus menumpahkannya dihadapan seseorang.
Namun? Jika kalian kembali bertanya tentang adakah tempat atau waktu yang lebih berkualitas lagi dalam menumpahkan perasaan ketimbang di secarik kertas? Jelas ada, yakni di sepertiga malam dalam sujud dan doamu.
Kali ini, kita tak akan jauh menyosor dalam membahas para penulis penulis fenomenal dunia seperti J.K Rowling yang terkenal karena karya besarnya sang Harry Potter, ataupun Kahlil Gibran yang dijuluki sebagai penulis tersohor karena sajak sajak cintanya.
Namun, kali ini kita masuk pada dunia puisi dalam memperingati Hari puisi Nasional. Mungkin sebelum mengucapkan selamat hari puisi kepada teman teman literasi akan muncul sedikit pertanyaan kecil dalam hati kita, yakni
“Mengapa mesti ditanggal 28 April disebut sebagai hari Puisi Nasional?”
Jangan katakan 28 April itu adalah hari dimana puisi pertama kali dibacakan oleh tokoh tokoh penulis Nasional? Atau mengira bahwa di tanggal 28 april adalah hari pertama dimana buku buku puisi diterbitkan, Mengapa? karena jawabannya ialah karena ditanggal 28 April 1949 adalah hari dimana Chairil Anwar sang penyair terkemuka Indonesia berdarah minangkabau meninggal dunia di Rumah Sakit Dr. Cipto mangunkusumo.
Tidak asing lagi bukan mengenai Nama Chairil anwar? Sang penyair termasyur di Negeri ini sekaligus Tokoh yang dijuluki sebagai Binatang jalang!
Aku
kalau sampai waktuku
‘Ku Mau tak seorang’ kan merayu
tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
dari kumpulannya yang terbuang
Biar peluru menembus kulitku
aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak peduli
aku mau hidup seribu tahun lagi..
Puisi yang tidak asing lagi bukan? Bahkan tak heran jika mereka yang berasal dari kalangan sang pecinta puisi telah menghafal mati teks puisi diatas. Karena memang puisi ‘Aku’ bisa dikatakan sebagai salah satu puisi terbaik Chairil Anwar.
Tapi tahukah kita tentang makna puisi satu ini? Jika dianalisi lebih dalam maka puisi ini paling tidak mengandung bukti kesetiaan, kerendahan diri, dan keberanian seorang Chairi Anwar pada kehidupannya waktu itu.
“kalau sampai waktuku
‘Ku Mau tak seorang’ kan merayu
tidak juga kau
Pada bait ini menggambarkan keteguhan hati seorang Chairil Anwar pada kehidupannya hingga tak lagi peduli dengan sekelilingnya, sekalipun mendapatkan rasa peduli pada siapapun itu.
Sedangkan pada selanjutnya,
Aku ini binatang jalang
dari kumpulannya yang terbuang
Binatang jalang yang dimaksud disini bisa diartikan sebagai manusia biasa yang hidup bebas (Binatang liar) dan adapula yang mengartikan sebagai simbol kehinaan diri, sedangkan pada kalimat dari kumpulannya yang terbuang bisa diartikan sebagai bentuk dirinya yang saat itu diasingkan atau memang mengasingkan diri, dan adapula yang mengartikan bahwa seseorang yang meninggalkan keluarganya, orang orang yang cintainya baik karena kesengajaan yang membuatnya tak ingin berada dalam sebuah ikatan dan aturan ataupun karena kehendak Tuhan.
Biar peluru menembus kulitku
aku tetap meradang menerjang
Bait ini adalah bukti keberanian dalam berjuang, yang atas keberaniannya Dia rela ditembus peluru (kehilangan nyawa) ketimbang harus menyerah.
Dan pada bait terakhir adalah
Dan aku akan lebih tidak peduli
aku mau hidup seribu tahun lagi..
Menggambarkan semangat yang tak akan pernah mati untuk bisa bebas dari kungkungan keadaan waktu itu.
Sungguh, 70 tahun usai kepergian sang penyair terkemuka tersebut namun karya karyanya masih saja ramai dibaca dan dilantunkan disetiap pelosok pelosok Negeri. Hingga sulit rasanya jika dikatakan bahwa Chairil Anwar sastrawan ’45 sekarang benar benar telah tiada.
Itulah mengapa sebagian orang beranggapan bahwa menulis adalah proses mengabadikan Ruh dalam Tulisan. Hingga terkuburnya raga seorang penulis ataupun seorang penyair bukan berarti ruh nya akan ikut terkubur dan menghilang begitu saja. melainkan dia masih tetap hidup bersama tulisan tulisannya yang dulu di abadikannya di secarik kertas.
Dan Khusus Di hari Puisi Nasional ini (28 April), Izinkan Aku bertanya padamu,
Jikalau Chairil anwar mengaku sebagai Binatang jalang,
Akankah kau berani mengaku sebagai orang yang mencintaiku?
Jika iya,
sungguh, akan kuminta hidup seribu tahun lagi,
dan jika tidak?
Tuhan, Biarkan saat ini juga aku mati!
Komentar