Hari Inovasi, Kini Robot pun Punya Sentuhan Emosi
JAKARTA - Kecerdasan buatan saat ini bak pisau bermata dua. Bisa menguntungkan, tapi di sisi lain bisa menggerus pola lama di dunia bisnis.
Pada Hari Inovasi yang jatuh pada 1 November 2018 ini, Okezone mengulik sebuah inovasi yang tengah menjadi perhatian di dunia kampus, yang notabenenya merupakan embrio sebuah industri dan perusahaan. Setelah mengupas soal rumah masa depan dari kampus Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FT UI), kali ini Okezone mengangkat soal algoritma robot yang diberikan sentuhan emosi.
Hal itu terungkap pada National Seminar of Technology (NST) besutan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) belum lama ini. Pada seminar yang tema Business on Modern Era with Artificical Intelligence tersebut, menelisik bahwa kini robot tak sebatas benda yang memiliki sistem canggih sehingga bisa membantu kehidupan manusia. Lebih dari itu, di era digital saat ini robot bisa memiliki sisi emosi. Hal itu disampaikan oleh pembicara yang dihadirkan ITS, yakni Product Lead Rinna Microsoft Artificial Intelligence and Research Yugie Nugraha. Seperti apa pemaparannya?
Dalam materinya, Yugie mengungkapkan, saat ini banyak perusahaan telah beralih kepada kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi kerja berbagai proses bisnisnya. “Kecerdasan buatan yang paling sering kita jumpai adalah penggunaan Chatterbot, atau yang sering disebut Chatbot untuk berkomunikasi langsung dengan pelanggan,” tuturnya, seperti dikutip dari laman ITS, Kamis (1/11/2018).
Chatbot merupakan salah satu bentuk kecerdasan buatan yang dirancang untuk melakukan percakapan dengan manusia baik dalam bentuk suara maupun teks. Chatbot memiliki beberapa keunggulan ketika diterapkan untuk bisnis, yakni pada aspek layanan konsumen.
“Dibanding manusia, robot mampu melakukan pelayanan bisnis 24 jam sehari, dan tujuh hari seminggu, tanpa perlu beristirahat,” terangnya.
Yugie menambahkan, di samping ketersediaannya yang tinggi, Chatbot juga mampu merespons pertanyaan pelanggan dengan lebih cepat, dan lebih banyak. “Jika satu orang hanya dapat menangani pertanyaan satu pelanggan dalam satu waktu, Chatbot mampu melayani bahkan hingga 1.000 pelanggan dalam satu waktu yang bersamaan,” jelas lulusan Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung ini.
Meski begitu, menurut Yugie Chatbot masih memiliki beberapa kekurangan, terutama mengenai caranya berinteraksi dengan pelanggan. Dalam interaksinya dengan pelanggan, Chatbot hanya fokus untuk melakukan percakapan seefisien mungkin.
Dampaknya, percakapan akan dianggap selesai ketika tujuan pelanggan sudah terpenuhi. “Hal ini, sangat disayangkan, karena ketika interaksi ini selesai maka tidak ada kesan yang ditinggalkan,” ujarnya.
Berangkat dari hal tersebut, ia bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Product Lead Rinna AI tengah mengembangkan Chatbot yang diberi nama Rinna.
Dia mengklaim bahwa Rinna merupakan Chatbot yang memiliki kemampuan untuk memberikan sentuhan emosional dalam percapakannya dengan pelanggan. “Sentuhan emosi dalam kecerdasan buatan berperan penting untuk memberikan empati kepada lawan bicara, sehingga mampu membentuk hubungan emosional dengan pelanggan,” ungkapnya.
Lanjut Yugie, ketika Rinna melakukan percakapan dengan pelanggan, ada lima tahapan yang dilakukan, tahapan tersebut di antaranya memulai pembicaraan mengenai suatu topik, kemudian mengikuti alur pembicaraan sesuai dengan topik, menunjukkan empati, memperdalam topik, dan yang terakhir adalah melakukan kombinasi dalam pembicaraan.
Menurutnya, proses tersebut ditujukan agar pelanggan merasakan kenyamanan ketika bekomunikasi dengan Rinna. “Dengan demikian akan terbentuk komunikasi yang berlangsung secara terus menerus, dan mampu meninggalkan kesan,” tandasnya.
Yugie mengaku, sejak dirilisnya Rinna di Indonesia yaitu pada Agustus 2017 lalu, pernah tercatat adanya pelanggan yang melakukan percakapan dengan Rinna hingga 10 jam tanpa henti. Hal ini membuktikan bahwa sentuhan emosional dalam algoritma kecerdasan buatan mampu menjadi gaya hidup yang bersahabat dan memberi kanyamanan kepada pelanggan.
Yugie berpesan, khususnya kepada mahasiswa yang memiliki keinginan untuk mengembangkan kecerdasan buatan, bahwa kunci untuk mengimplementasikan kecerdasan buatan dalam dunia bisnis adalah kesabaran.
“Kesabaran sangat diperlukan ketika kita mengembangkan kecerdasan buatan, sebab diperlukan proses yang cukup panjang untuk dapat mencerdaskan suatu program komputer,” pungkasnya.
Komentar